Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

gabunglah dengan ribuan orang pecinta "HIDUP sehat"

C/N Rasio: Kunci Membuahkan Tanaman Anda

Written By Admin on Monday, 30 May 2011 | 08:42

gambar: tabulampot-ok.blogspot.com
Salah satu pemicu terjadinya proses pembuahan adalah adanya akumulasi karbohidrat hasil fotosintesis yang disimpan sebagai buah –cadangan makanan tumbuhan-. Artinya jika kadar karbohidrat -dengan karbon (C) sebagai penyusun utamanya- memiliki nilai yang tinggi, proses pembentukan buah lebih mudah terjadi. Hal inilah yang mendasari munculnya teori rasio C/N. Proses pembungaan dan pembuahan pada tanaman berhubungan dengan rasio C (Karbon) dan N (Nitrogen) pada tajuk. Karbon sangat penting bagi tanaman karena merupakan bahan baku pembentuk energi dan buah, sedangkan nitrogen adalah pembentuk jaringan. Bagaimana sebenarnya C/N Rasio berperan?


Perimbangan C/N rasio akan menentukan perimbangan terjadinya fase vegetatif dan generatif. Jumlah nitrogen yang lebih tinggi atau C/N rasio yang kecil akan membuat tanaman tetap pada fase vegetatif. Tanaman yang tetap berada dalam fase vegetatif tentu saja akan mengalami masalah pada proses pembungaan dan pembuahannya sebab syarat terjadinya proses pembungaan adalah tercapainya fase generatif. Tanaman dengan C/N rasio yang tinggi akan lebih mudah dirangsang untuk segera memasuk fase generatif sehingga proses pembungaan dan pembuahan dapat segera terjadi. Namun nilai C yang terlalu tinggi tanpa diimbangi oleh jumlah nitrogen yang cukup akan menyebabkan kematian tanaman atau tidak akan berbuah pada musim berikutnya. (Endah, 2008)

Itulah mengapa ketika tanaman berada dalam kondisi N yang tinggi, semisal dipupuk Urea –dengan kadar N 46%- terlalu tinggi dibarengi dengan kandungan C yang tinggi, pembungaan menjadi terhambat.  Oleh karena itu pemupukan seyogyanya dilakukan dengan berimbang dan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. 

Pada saat pohon dipangkas  atau kehilangan banyak daun, sedangkan sebelumnya belum memiliki jumlah dan kualitas daun yang memadai, persediaan karbohidrat (C) menjadi sangat rendah akibat hasil fotosintesis menjadi rendah dengan berkurangnya daun, sementara C diperlukan dalam memasuki fase generatif. Pada kondisi ini rasio C/N menjadi sangat kecil dan tumbuhan akan sulit untuk berbunga.

Apabila nitrogen dalam tanaman melimpah, namun nilai karbon dalam tanaman pun juga demikian, artinya saat rasio C dan N sebanding, atau sama banyak, tanaman juga sulit berbunga. Pada kondisi ini organ vegetatif akan tumbuh dengan subur,  sehingga C hanya habis dimanfaatkan untuk pertumbuhan vegetatif akibatnya karbohidrat tidak dapat disimpan. Apabila kondisi ini terjadi saat pohon masih terlalu muda untuk berbunga, maka fase vegetatif perlu dijaga agar tumbuhan tetap subur dan siap di bungakan. 

Namun jika kondisi ini terjadi pada tanaman yang tua, maka tanaman hanya akan memproduksi cabang/ranting terus menerus. Dalam kondisi tertentu ujung tanaman tumbuh terus tanpa adanya cabang, atau disebut dengan apikal dominan. Hal ini disebabkan pasokan karbohidrat membanjir memenuhi kebutuhan vegetatif sehingga pertumbuhan cabang dan bunga menjadi terhambat. Pada kondisi ini perlu dilakukan pemangkasan. Tujuannya adalah agar karbohidrat dalam tanaman lebih fokus dipergunakan untuk pembungaan. 

Lantas bagaimana cara-cara meningkatkan rasio C/N?  Bagaimana membuahkan tanaman diluar musim? Tunggu tulisan-tulisan selanjutnya ya..^^
08:42 | 0 comments

Jambu Biji Instan, Peluang Usaha Menarik

Written By Admin on Sunday, 22 May 2011 | 16:23


ilustrasi minuman serbuk
Ternyata, jambu biji tidak hanya nikmat untuk dimakan segar atau di jus. Jambu biji bisa dibuat serbuk minuman instan jambu biji yang praktis untuk dibawa dan dihidangkan dimana saja. Jika tertarik, bisa juga Anda jual dan menjadi peluang bisnis. Bagaimana cara membuatnya? simak resep berikut ini


Bahan-bahan
  1. Jambu biji merah 1 kg, kemudian kupas dan potong kasar.
  2. air 600 ml, atau satu botol aqua sedang
  3. gula pasir 2 kg.
  4. Citrun zuur 1 sendok teh
  5. Pewarna makanan yang aman, dianjurkan merah muda.
  6. Untuk menambah cita rasa, dapat ditambahkan esen jambu biji secukupnya.

Cara membuat:
  1. Blender jambu biji dengan 200 ml air.
  2. Larutkan gula pasir dan 400 ml air, rebus diatas api sedang hingga gula menjadi kental (tua) dan larut.
  3. Masukkan bubur jambu biji dan esen jambu biji. Pastikan larutan gula sudah kental dan tua saat memasukkan sari buah agar aroma tidak banyak yang menguap. Masukkan sari buah sedikit demi sedikit sambil terus diaduk agar adonan tidak menggumpal dan membentuk kristal yang halus.
  4. tambahkan citrun kemudian aduk rata. Angkat dan saring. Citrun atau citric acid berfungsi menambah rasa asam agar terasa lebih segar. Selain itu juga dapat menambah umur  simpan makanan.
  5. Haluskan krital gula yang kasar. Kemudian sajikan

Tips:
Jika ingin sirup atau minuman serbuk tahan lama, tambahkan saja pengawet makanan berupa Natrium Benzoat atau Kalium Sorbat.

Mudah bukan..Selamat Mencoba.


Bot Pranadi
16:23 | 0 comments

Apa itu Khamir?

gambar: sustainabledesignupdate.com
Bakteri sudah kita bahas, demikian pula dengan kapang. Sekarang kita bahas kelompok ketiga dari mikroorganisme penting dalam kehidupan, yaitu khamir. Khamir mungkin salah satu organisme dijinakkan paling awal. Orang-orang telah menggunakan ragi untuk fermentasi dan baking sepanjang sejarah. Para arkeolog menggali di reruntuhan Mesir menemukan penggilingan batu dan kamar untuk fermentasi roti, serta gambar dari toko roti dan pabrik berumur 4.000 tahun.. Hanya dalam 150 tahun terakhir, sejak percobaan Louis Pasteur, ilmuwan mulai untuk mengeksplorasi cara kerja ragi. Pasteur pertama kali mengajukan produksi karbon dioksida dari ragi pada tahun 1859. [1]


Khamir adalah mikroorganisme eukariotik bersel tunggal yang tergolong fungi. Berukuran antara 5 dan 20 mikron. Khamir termasuk organisme uniseluler yang bersifat aerob. Tetapi jenis khamir fermentatif dapat hidup secara anaerob meski pertumbuhannya lambat. Khamir termasuk organisme uniseluler namun memiliki ukuran yang lebih besar daripada bakteri. Dapat membentuk miselium palsu sehingga disebut sebagai pseudomiselium. Berdasarkan alat perkembangbiakannya, khamir dibagi menjadi: 1) khamir sejati (true yeast)  yang berkembang biak dengan spora dan khamir yang tidak membentuk spora dan; 2) khamir palsu (false yeast) yang berkembang biak dengan pertunasan, pembelahan atau kombinasi pertunasan dan pembelahan.

Klasifikasi khamir menggunakan karakteristik ascospore, sel dan koloni. Karakteristik Fisiologis juga digunakan untuk mengidentifikasi spesies. Salah satu karakteristik yang terkenal adalah kemampuan untuk memfermentasi gula untuk produksi etanol. Budding yeast adalah khamir sejati dari filum Ascomycetes , kelas Saccharomycetes(disebut Hemiascomycetes juga). Khamir sejati dipisahkan menjadi satu urutan utama Saccharomycetales.[2]

Umumnya khamir tumbuh pada makanan yang banyak mengandung gula dan ber pH rendah, seperti sirup dan buah-buahan. Karenanya khamir sering digunakan dalam proses fermentasi. Khamir memiliki sekumpulan enzim zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula. Proses fermentasi ini digunakan dalam proses pembuatan roti, tape dan anggur. Namun sifat ini juga dapat merugikan, karena khamir sangat menyukai buah-buahan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang tidak diinginkan sehingga buah tidak dapat dikonsumsi maupun diolah lebih lanjut.

Khamir/Ragi, seperti kebanyakan jamur, respirasi secara aerobik, tetapi tanpa udara mereka memperoleh energi dengan fermentasi gula dan karbohidrat untuk memproduksi etanol dan karbon dioksida. Ketika ragi diberikan dengan baik gula dan oksigen, koloni tumbuh hingga 20 kali lebih cepat melalui pembelahan sel daripada tanpa oksigen.[1]

Khamir berkembang biak dengan pembelahan sel dengan cara pembentukan tunas. Bagi kebanyakan khamir seperti Saccharomyces cerevisae, tunas dapat berkembang dari setiap bagian permukaan sel induk (pertunasan polar) tetapi bagi beberapa spesies hanya pada bagian tertentu saja. Pada khamir dengan pertunasan bipolar (yaitu spesies Hanseniaspora) pembentukan tunas terbatas pada dua bagian sel yang berlawanan dan sel berbentuk jeruk atau bentuk apikulat.[3]

Khamir kurang tahan terhadap suhu tinggi dibandingkan dengan kapang, Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 20-38 oC. Dan pada suhu 100oC yeast dan sporanya dapat mati. karena itu pemanasan menjadi cara yang efektif untuk membunuh khamir. Khamir banyak digunakan dalam industri pangan, terutama dari genus Saccharomyces.

Semoga bermanfaat. jangan lupa untuk komen ya. ^^
Salam

Referensi:
[1]http://science.nasa.gov/science-news/science-at-nasa/msad16mar99_1b/ , diakses 22 Mei 2011
 [3] Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 2009. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.

Bot Pranadi, S.TP
09:22 | 1 comments

Karakteristik Kapang dan Peranannya

Gambar:rachdie.blogsome.com

Setelah membahas tentang bakteri, saat ini kita akan membahas tentang kelompok mikroorganisme berikutnya. Kapang adalah organisme mikroskopis yang memainkan peran penting dalam kerusakan tanaman dan hewan. Diluar, jamur dapat ditemukan di tempat teduh, tempat yang lembab atau tempat di mana daun atau vegetasi lainnya membusuk. Dalam ruangan dapat tumbuh di hampir semua permukaan, selama lembab, oksigen, dan bahan organik yang hadir. Ketika kapang terganggu, mereka merilis sel-sel kecil yang disebut spora ke udara sekitarnya.[1]

Berbeda dengan bakteri dan khamir, kapang seringkali dapat dilihat dengan mata. Termasuk pada makanan yang kemasannya rusak. Kapang memiliki ukuran yang lebih besar daripada bakteri, termasuk organisme multiseluler (bersel banyak) yang berukuran mulai dari mikroskopis sampai makroskopis dan memiliki bentuk seperti benang-benang. Tumbuh dengan berbagai warna: merah atau jingga, hitam kebiruan, abu-abu yang ditentukan oleh perbedaan warna sporanya.


Kapang memiliki struktur eukariotik (memiliki selaput inti) serta memiliki dinding sel yang kaku. Kapang merupakan mikroba yang berbentuk filamen, terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan hifa membentuk massa yang disebut miselium sehingga kapang dapat dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop. Kapang tumbuh dengan memperpanjang bagian ujung hifa yang dikenal sebagai pertumbuhan apikal atau pada tengah hifa yang disebut pertumbuhan interkalar.[2] Contoh miselium yang berwarna putih adalah kapang yang tumbuh pada tempe. Warna putih yang biasa kita lihat tidak lain adalah miselium.
    
Secara biokimia, kapang bersifat aktif karena terutama merupakan organisme saprofitik. Organisme ini dapat memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi yang lebih sederhana termasuk pembusukan daun-daun dan bahan lain dalam tanah. Kegiatan yang sama dapat mengakibatkan pembusukan pangan.[2]
 
Kapang umumnya lebih tidak tahan panas dibandingkan dengan bakteri, tetapi kapang umumnya lebih tahan hidup pada kondisi lebih kering dibandingkan dengan bakteri. Kapang digolongkan ke dalam beberapa genus berdasarkan:
1.      Penampakan miselium     : bening atau gelap dan atau warnanya;
2.      Jenis hifa                     : berseptat atau tidak;
3.      Cara reproduksi             : spora seksual atau aseksual;
4.      Jenis dan karakteristik spora aseksual;
5.      Jenis dan karakteristik spora seksual;
6.      Adanya struktur khusus pada kapang. 

Seperti halnya bakteri, kapang juga dapat memberikan keuntungan bagi manusia, namun juga dapat merugikan, salah satunya adalah penyebab kerusakan produk pangan. Contoh bakteri yang menguntungkan adalah bakteri yang dibutuhkan dalam pemeraman keju Roquefert dan dalam produksi kecap atau tempe. Selain itu beberapa jenis kapang menghasilkan antibiotik yang disebut penisilin.

Kapang yang paling sering ditemukan pada daging dan unggas adalah Alternaria, Aspergillus, Botrytis, Cladosporium, Fusarium, Geotrichum, Monilia, Manoscus, Mortierella, Mucor, Neurospora, Oidium, Oosproa, Penicillium, Rhizopus dan Thamnidium. Kapang ini juga dapat ditemukan di banyak makanan lainnya.[3]
Contoh beberapa jenis kapang yang dekat dengan rekayasa pangan adalah
Jenis Kapang
Warna Spora
Pangan yang dirusak
Makanan yang difermentasi
Aspergillus
Hitam, hijau
Roti, serealia, kacang-kacangan
Kecap, tauco
Penicillium
Biru-hijau
Buah-buahan, sitrus, keju
Keju
Rhizopus
Hitam diatas hifa putih
Roti, Sayuran, buah-buahan
Tempe, oncom hitam
Neurospora
Oranye merah
Nasi
Oncom merah

Jangan lupa komen ya, jika anda merasa artikel ini bermanfaat. terimakasih
 Referensi:
[1] http://www.niehs.nih.gov/health/topics/agents/mold/index.cfm , diakses 22 Mei 2011
[2] Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 2009. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
[3] http://www.fsis.usda.gov/factsheets/molds_on_food/ , diakses 22 Mei 2011

Bot Pranadi
08:16 | 1 comments

Lebih Kenal dengan Bakteri

Gambar:micro.magnet.fsu.edu
Apa kabar sobat Gagas Pertanian. Kali ini kita akan membahas satu makhluk hidup yang ada tapi seolah tiada. Bukan hantu ya :p. Maksudnya, dia ada tapi tidak dapat dilihat oleh mata kita namun dampaknya terasa. Dialah bakteri. Bakteri terdapat secara luas dialam dan menyebar hampir di setiap media. Terdapat banyak pada bahan atau bagian yang berhubungan dengan hewan, tumbuhan, udara, air dan tanah, bahkan di bagian tubuh manusia. Sangat sedikit sekali lingkungan yang steril dari bakteri. Beribu jenis bakteri telah diketahui dan diteliti oleh ilmuwan-ilmuwan diseluruh dunia dan berperan penting dalam kehidupan manusia, baik peran yang menguntungkan maupun merugikan, termasuk kerusakan pangan.


Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang dapat hidup baik sebagai organisme independen atau sebagai parasit (tergantung pada organisme lain untuk kehidupan). Istilah bakteri dimunculkan di abad ke-19 oleh ahli botani Jerman Ferdinand Cohn (1828-1898) yang berdasarkan pada Greek bakterion yang berarti sebuah tongkat kecil atau staf.[1] Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak.[2]
Bakteri memiliki morfologi:
  • Uniseluler (bersel tunggal)
  • Ukuran : panjang = 0,5-10 mm; lebar =  0,5-2,5 mm.
  • Beberapa karakteristik bentuk sel yang ditemui adalah:
    1. coccus (bulat),
    2. bacillus (batang/basil),
    3. spirillium (spiral) dan
    4. vibrios (koma/vibrio).
Bakteri merupakan sel prokariotik, yang berarti tidak memiliki selaput inti. Maka materi genetik sel prokariotik tidak dibungkus oleh selaput. Beberapa jenis bakteri memiliki kemampuan untuk membentuk endospora. Endospora terbentuk dalam sel untuk menanggulangi keadaan lingkungan yang tidak kondusif. Apabila kondisi bersifat mengancam kehidupan bakteri, maka spora akan dilepas oleh sel ke alam. Bakteri tersebut tahan panas, perubahan kimia, dan jauh lebih tahan daripada khamir atau kapang, juga lebih tahan terhadap pengolahan daripada enzim.[3]

Bakteri membelah dengan kecepatan yang luar biasa, karena berkembang biak dengan sistem aseksual dan pembelahan biner. Apabila kondisinya lingkungan menguntungkan, jumlahnya akan berkembang dan menggandakan diri secara eksponensial, dimana tiap sel akan membelah diri menjadi dua sel. Setiap sel memiliki waktu generasi (waktu yang dibutuhkan untuk membelah diri) yang berbeda-beda. Seperti Escherichia coli, bakteri umum yang dijumpai di saluran pencernaan dan di tempat lain, memiliki waktu generasi 15-20 menit. Hal ini artinya bakteri E. coli dalam waktu 15-20 menit mampu menggandakan selnya menjadi dua kali lipat.. Bisa dibayangkan dalam waktu 5 jam jumlah bakterinya akan meningkat berlipat ganda.

Sebagai ilustrasipembelahan biner Bakteri tiap 15 menit
0’
15’
30’
45’
60’
75’
90’
105’
120’
135’
1 sel
2 sel
4 sel
8 sel
16 sel
32 sel
64 sel
128 sel
256 sel
512 sel
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Dalam waktu 2 jam 15 menit, jumlah awal 1 sel akan berkembang biak hingga 512 sel. Hal ini menunjukkan hubungan antara pertambahan sel dengan waktu adalah berbentuk geometrik eksponensial dengan rumus 2n. Jadi, bakteri E. coli dalam waktu 10 jam berkembang dari satu sel menjadi 1,09×1012 sel atau lebih dari 1 triliun sel. Sedangkan dalam makanan biasanya terdapat lebih dari satu sel. Bahkan hingga mencapai ribuan. Tentu dalam sepuluh jam, jumlahnya menjadi sangat fantastis. Itulah sebabnya, pangan yang terkontaminasi bakteri merugikan akan mengalami kebusukan dalam waktu yang relatif cepat.

Laju pertumbuhan bakteri ini digunakan dalam modifikasi pangan,dan rekayasa dalam ilmu pertanian. Bakteri yang menguntungkan akan dipacu pertumbuhannya menjadi lebih banyak, sedangkan bakteri yang merugikan dihambat pertumbuhannya.

Dalam pertumbuhannya, bakteri memiliki fase-fase pertumbuhan bakteri. Pemahaman mengenai fase ini penting untuk mengetahui karakteristik bakteri sehingga dapat digunakan dalam prinsip-prinsip pengawetan pangan. Fase tersebut adalah:
  1. Fase Lag 
  2. Fase logaritmik/eksponensial.
  3. Fase Stationer
  4. Fase Death (kematian)
gambar: try4know.co.cc

Fase lag adalah fase adaptasi -penyesuaian diri- dengan keadaan media dan lingkungan tempat tumbuh yang baru. Pada periode ini tidak terjadi pembelahan sel. Fase ini adalah fase lambat yang dapat terjadi mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam. Lama fase lag bervariasi tergantung pada komposisi media, spesies bakteri, dan faktor pendukung pertumbuhan yang terdapat pada media maupun lingkungan sekitar. Selain itu juga dipengaruhi oleh sifat fisiologis mikroorganisme pada media sebelumnya. Pada fase ini mulai terbentuk enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan namun aktivitasnya belum maksimal.

Apabila sel telah menyesuaikan diri, bakteri akan membelah dengan kecepatan yang konstan hingga mencapai populasi yang maksimal. Fase ini disebut sebagai Fase logaritmik/eksponensial, merupakan fase pertumbuhan tercepat, yaitu jumlah sel menjadi dua kalinya setiap satu waktu generasi. Pada fase ini sel mikroorganisme membutuhkan banyak energi dan paling sensitif terhadap kondisi yang ekstrem, seperti panas, dingin, dan kering. Fase ini adalah fase dimana bakteri mencapai jumlah populasi yang maksimal.

Pertumbuhan penduduk dibatasi oleh salah satu dari tiga faktor: 1. kelelahan nutrisi yang tersedia; 2. akumulasi metabolit penghambat atau produk akhir metabolisme; 3. kelelahan ruang, dalam hal ini disebut kurangnya "ruang biologis".[4] Akibat populasi bakteri yang semakin tinggi, terjadi penumpukan racun akibat metabolisme sel, selain itu kandungan nutrient yang dibutuhkan untuk tumbuh bakteri juga semakin menipis. Kondisi ini mengganggu pertumbuhan sel sehingga menyebabkan banyak bakteri yang mati. Kompetisi antar bakteri juga menjadi pemicu matinya bakteri. Fase ini disebut sebagai fase stationer. Fase stasioner terjadi pada saat laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju kematiannya. Mudahnya, koloni bakteri tidak menjadi lebih banyak atau lebih sedikit.[5]


Fase stasioner ini dilanjutkan dengan fase kematian yang ditandai dengan peningkatan laju kematian yang melampaui laju pertumbuhan, sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan populasi bakteri. Kondisi ini akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial.

Kerusakan mikrobiologis pangan dapat dilakukan dengan memodifikasi fase pertumbuhan bakteri dengan prinsip berikut:
  1. Mengurangi jumlah kontaminasi awal,
Kontaminasi awal dapat dilakukan dengan pola penanganan bahan yang higienis. Selain itu juga diperlukan perlakuan-perlakuan pendahuluan yang bertujuan membunuh mikroba yang sudah terdapat pada bahan pangan. Misalnya dengan cara pembersihan/pemotongan, pencucian, pemanasan, dan sebagainya.
  1. Memperpanjang fase adaptasi dan atau memperlambat fase logaritmik
Prinsip nomor dua ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan lingkungan pertumbuhan yang tidak kondusif bagi mikroba, misalkan dengan menurunkan kadar air, menurunkan kelembapan, meningkatkan keasaman, menghilangkan oksigen, dan menurunkan suhu.
  1. Mempercepat fase kematian, dapat dilakukan dengan proses thermal (pemanasan), pengeringan, dan iradiasi.

Semua sifat-sifat ini juga dapat digunakan dalam rekayasa pertanian, misalnya dalam pembuatan pupuk hayati.

Semoga bermanfaat, jangan lupa komen ya jika anda merasakan manfaatnya.

Referensi:
[2] Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 2009. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
[3] Muchtadi, Tien. 1989. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor
07:27 | 0 comments

10 Langkah Hadapi serangan Ulat Bulu.

Masih segar di ingatan kita serangan ribuan ulat bulu di Probolinggo beberapa waktu lalu. Kondisi ini sangat mengganggu masyarakat sekitarnya, dan tentu saja menjijikkan (apalagi orang yg jijik ulat seperti saya :p). Peningkatan populasi ulat bulu bermula di Probolinggo, menyebabkan daun tanaman mangga gundul, dan ulat-ulatnya masuk ke pemukiman sehingga mengganggu penduduk. Ulat yang mendominasi di Probolinggo adalah dari keluarga Lymantriidae, dengan dua spesies yang dominan yaitu Arctornissubmarginata dan Lymantria marginata. A. submarginata merupakan spesies khas dan spesifik Probolinggo yang hingga saat ini belum ditemukan di wilayah lain. 

Ulat bulu banyak sekali jenis, pada keluarga Lymantriidae saja terdapat ribuan jenis. Selain keluarga Lymantriidae, seperti Cricula trifenestrata dari keluarga Saturniidae banyak terdapat pada pohon alpukat, jambu mente, kedondong, dan Maenas maculifascia dari keluarga Arctiidae banyak terdapat pada tanaman kenanga/ylang-ylang. Menurut laporan dari 33 provinsi selain di Probolinggo, populasi ulat bulu masih rendah dan hanya ditemukan di beberapa pohon saja. Jenis ulat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain. Hal ini merupakan kejadian dinamika populasi hama. Berdasarkan uraian di atas, masyarakat tidak perlu panik, namun tetap waspada untuk mengantisipasi kemungkinan peningkatan populasi sehubungan dengan dampak dari perubahan iklim (Climate change) dan pemanasan global (Global warming) terhadap pola hidup dan tingkah laku serangga, khususnya ulat bulu. Inilah sepuluh langkah pengendalian ulat bulu.


Sepuluh langkah pengendalian ulat bulu
  1. Pemantauan dan identifikasi jenis hama, stadia hama, bagian dan jenis tanaman yang diserang, tingkat/intensitas serangan, serta kondisi lingkungan untuk disampaikan kepada petugas terkait.


  1. Lakukan pengendalian secara mekanis dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan ulat, antara lain dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah.
  2. Pemasangan lampu perangkap (light trap) untuk membunuh ngengat, karena ngengat aktif di malam hari dan tertarik cahaya.
  3. Mengumpulkan pupa/kepompong dan memasukannya kedalam botol plastik yang diberi lubang-lubang, sehingga ngengat yang terbentuk tidak dapat keluar sedangkan parasit yang muncul dapat keluar dan kembali berperan di alam.
  4. Pelihara dan lestarikan musuh alami seperti predator semut rangrang dan burung dengan cara melarang penangkapan burung dan melarang pengambilan telur semut di pohon, atau melestarikan dan memperbanyak koloni semut dengan cara memasang sarang buatan dari daun kering dan bambu 
  5. Gunakan insektisida hayati berupa jamur, virus, bakteri, nematode, antara lain dengan cara (a). Mengumpulkan ulat yang mati terkena virus (menggelantung) dan mengaduknya dengan air, lalu menyemprotkan kembali ke ulat, (b). Mengumpulkan kepompong atau ulat yang terkena jamur (berwarna putih – jamur Beauveria dan hijau – jamur Metarhizium), lalu perbanyak di media jagung dan semprotkan ke ulat, (c). menggunakan insektisida hayati yang sudah diproduksi dan tersedia di Dinas/lembaga yang berwenang.
  6. Pemasangan pembatas (burrier) pada batang pohon mangga berupa lem atau kain beracun, khususnya bagi ulat Arctornis yang memiliki sifat ketika malam hari naik ke bagian atas (kanopi) untuk memakan daun dan pada siang hari turun ke batang untuk bersembunyi dari serangan predator.
  7. Jika kondisi populasi ulat sangat mengkhawatirkan dapat digunakan insektisida alami yang relatif ramah lingkungan, berupa insektisida nabati (berasal dari tumbuhan), seperti mimba, tembakau, akar tuba, piretrum, gadung, suren dan lainnya. Perlu diketahui bahwa insektisida nabati tidak menyebabkan kematian langsung seperti insektisida sintetis.
  8. Pada kondisi kritis, maka jalan terakhir dapat digunakan insektisida kimia sintetis yang berdaya racun rendah berlabel hijau.
  9. Jangan menggunakan insektisida kimia sintetis untuk tindakan pencegahan, karena akan mengganggu keberadaan musuh alami dan mencemari lingkungan.
 sumber: litbang.deptan.go.id
03:04 | 1 comments

Teknik Budidaya Kangkung

Written By Admin on Saturday, 21 May 2011 | 09:00


Kangkung (Ipomoea spp.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran daun, termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Daun kangkung merupakan sumber pro-vit A yang sangat baik. Kangkung dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan tempat tumbuhnya, yaitu: 1) kangkung air hidup di tempat yang basah atau berair, dan 2) kangkung darat, hidup di tempat yang kering atau tegalan.


PERSYARATAN TUMBUH
Tanaman kangkung tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang sulit. Salah satu syarat yang penting adalah air yang cukup, terutama untuk kangkung air. Bagi kangkung darat apabila kekurangan air pertumbuhannya akan mengalami hambatan, sehingga perlu dilakukan penyiraman. Kangkung dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Pada dataran rendah, biasanya kangkung ditanam di kolam atau rawa-rawa atau di atas timbunan bekas sampah dan juga di tegalan. Waktu tanam yang baik adalah pada musim hujan untuk kangkung darat dan musim kemarau untuk kangkung air.

BUDIDAYA TANAMAN
1.     Benih
Varietas yang dianjurkan adalah varietas Sutra dan varietas lokal, seperti lokal Subang dsb. Kangkung air mempunyai daun panjang dengan ujung yang agak tumpul berwarna hijau tua dan bunganya berwarna keunguan. Jenis ini diperbanyak dengan stek batang yang panjangnya 20–25 cm. Untuk kebutuhan stek dalam 1 m2 yaitu sekitar 16 stek.
Kangkung darat mempunyai daun panjang dengan ujung daun yang runcing, berwarna hijau keputih–putihan dan bunganya berwarna putih. Jenis kangkung darat dapat diperbanyak dengan biji. Kebutuhan benih untuk luasan satu hektar sekitar 10 kg.

2.     Penanaman
Stek–stek kangkung air ditanam pada lumpur kolam atau sawah yang dangkal dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Pada pertanaman kangkung air, pemberian pupuk kandang jarang dilakukan. Pupuk buatan berupa 50–100 kg N/ha diberikan setelah tanaman tumbuh. Pemberian pupuk N juga diberikan setelah panen.
Biji kangkung darat ditanam pada tanah tegalan yang telah dipersiapkan. Tanah tegalan tersebut dicangkul sedalam 30 cm, dan diberi pupuk kandang kuda atau domba sebanyak 1 kg/m2 atau 10 ton/ha. Setelah tanah diratakan kemudian dibuat bedengan pertanaman dengan lebar 60 cm atau 1 m. Pada bedengan-bedengan tersebut dibuat lubang-lubang tanam dengan jarak 20 cm antar barisan dan 20 cm antara tanaman. Tiap lubang diberi 2–7 biji kangkung. Sistem penanaman dilakukan dengan zig-zag atau sitem garitan (baris). Pemupukan yang digunakan yaitu Urea 200 kg, TSP  200 kg dan KCl 100 kg per hektar.

3.     Pemeliharaan
Pemeliharaan yang perlu dilakukan terutama adalah menjaga ketersediaan air pada kangkung darat. Apabila tidak turun hujan, harus segera dilakukan penyiraman. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pengendalian gulma pada waktu tanaman masih muda atau belum menutup tanah  dan menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit.

4.     Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
.Hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain ulat grayak (Spodoptera litura F), kutudaun (Myzus persicae Sulz) dan Aphis gossypii. Sedangkan penyakit yang dapat menyerang batang tanaman kangkung antara lain penyakit karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans. Gejala penyakit ini berupa pustul–pustul (bintik berwarna putih) di sisi daun sebelah  bawah batang. Apabila diperlukan penggunaan pestisida, sebaiknya digunakan pestisida yang benar–benar aman dan cepat terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati ataupun insektisida piretroid sintetik.  Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.

5.     Panen dan Pascapanen
Setelah tanaman berumur 30-40 hari, kangkung yang berasal dari stek mulai dapat dipangkas ujungnya sepanjang kurang lebih 20 cm, agar tanaman banyak bercabang. Sedangkan untuk tanaman yang berasal dari biji, panen dimulai setelah berumur 60 hari. Pangkasan ini merupakan hasil panen pertama yang dapat dijual. Pemungutan hasil selanjutnya dilakukan dengan jalan memangkas ujung cabang-cabangnya pada tiap setengah bulan sekali. Tanaman yang baik dapat menghasilkan 10–16 ton/ha dalam satu tahun. Tanaman berumur satu atau dua tahun perlu dibongkar atau diganti  dengan tanaman baru. 

Sumber: Juknis PrimaTani 2007
Oleh; W. Setiawati, R. Murtiningsih, G.A. Sopha, dan T. Handayani:

09:00 | 0 comments

Cara Jitu Budidaya Cabai Merah

 Apa kabar  sobat Gagas Pertanian? Bisnis cabai merupakan salah satu pilihan bisnis yang menggiurkan. bagaimana tidak? Meskipun harganya fluktuatif, tetapi petani yang konsisten akan merasakan bagaimana manisnya untung dari budidaya cabai. Tentu anda masih ingat bagaimana harga cabai mencapai 80 ribu per kg. Nah,, untuk mendapat untung dari budidaya cabai, kita harus faham bagaimana teknis budidaya yang benar
Cabai merah  (Capsicum annuum) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat, bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek pasar yang menarik. Buah cabai selain dapat dikonsumsi segar untuk campuran bumbu masak juga dapat diawetkan misalnya dalam bentuk acar,  saus,  tepung cabai dan buah kering. Lantas bagaimana cara budidaya yang benar?


PERSYARATAN TUMBUH
Cabai merah cocok dibudidayakan, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0–1000 m dpl. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur remah atau gembur, subur, kaya akan bahan organik, pH tanah antara 6–7. Kandungan air tanah juga perlu diperhatikan. Hal tersebut berhubungan dengan tempat tumbuh tanaman cabai (sawah atau tegalan). Tanaman cabai yang dibudidayakan di sawah sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan ditanam pada musim hujan. Dengan pemilihan musim tanam yang tepat, diharapkan pada saat pertumbuhan tanaman, kandungan air sawah tidak berlebihan dan di tanah tegalan masih cukup air untuk pertumbuhan cabai.
BUDIDAYA TANAMAN
1.   Varietas yang dianjurkan
                Varietas yang dapat digunakan untuk budidaya cabai merah antara lain adalah Lembang–1,  Tanjung–2, Hot Chilli, Hot Beauty dan sebagainya. Kebutuhan benih sebesar 250-350 g/ha.

2.   Persemaian

Sebelum disemai, benih direndam dahulu dalam air hangat (50°C) atau larutan Previcur N (1 cc/l) selama satu jam.  Benih disebar secara merata pada bedengan persemaian dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang/kompos (1:1), kemudian ditutup dengan daun pisang selama 2-3 hari.  Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari screen/kasa/plastik transparan, persemaian ditutup dengan screen untuk menghindari serangan OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit dipindah kedalam bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media yang sama (tanah dan pupuk kandang steril).  Penyiraman dilakukan setiap hari.  Bibit siap ditanam di lapangan setelah berumur 4-5 minggu.

3.   Pengolahan Lahan
a.                      Lahan kering/tegalan
 Lahan dicangkul sedalam 30-40 cm sampai gembur kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar bedengan 30 cm.  Lubang tanam dibuat dengan jarak tanam (50-60 cm) x (40-50 cm) atau 50 cm x 70 cm,  sehingga dalam tiap bedengan terdapat 2 baris tanaman.
b.   Lahan sawah
 Tanah dicangkul sampai gembur kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,5 m dan antara bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.  Dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 50 cm x 40 cm.  Bila pH tanah kurang dari 5,5 dilakukan pengapuran menggunakan Kaptan/Dolomit dengan dosis 1,5 ton/ha pada 3-4 minggu sebelum tanam (bersamaan dengan pengolahan tanah dengan cara disebar di permukaan tanah dan diaduk rata).




4.    Pemupukan
a.    Untuk penanaman cabai secara monokultur di lahan kering
Pupuk dasar yang diberikan berupa pupuk kandang kuda atau sapi sebanyak 20–40 ton/ha dan pupuk buatan TSP 200–225 kg/ha diberikan sebelum tanam.
Pupuk susulan berupa Urea 100–150 kg/ha, ZA 300–400 kg/ha, dan KCl 150–200 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam. 
b.     Untuk penanaman cabai secara tumpang gilir dengan bawang merah
Bawang merah: pupuk kandang kuda atau sapi 10–20 ton/ha dan TSP 150–200 kg/ha diberikan 7 hari sebelum tanam, kemudian Urea 150–200 kg/ha, ZK 400–500 kg/ha dan KCl 150–200 kg/ha diberikan pada umur 7 dan 25 hari setelah tanam masing-masing ½ dosis.
Cabai merah: pupuk kandang kuda atau sapi 10–15 ton/ha dan TSP 100–150 kg/ha diberikan seminggu setelah tanam. Urea 100–150 kg/ha, ZA 300 – 400 kg/ha dan KCl 100 – 150 kg/ha diberikan pada umur 4, 7 dan 10 minggu setelah tanam.
c.     Untuk penanaman cabai secara tumpangsari dengan kubis atau tomat
Pupuk kandang  kuda atau sapi 30 – 40 ton/ha dan NPK 15:15:15 sebanyak  700 kg/ha diberikan seminggu sebelum tanam dengan cara disebar dan diaduk secara rata dengan tanah.  Pupuk susulan diberikan dalam bentuk pupuk NPK 15:15:15  yang dicairkan (1,5-2 g/l air), dengan volume semprot 4000 l larutan/ha. Pupuk tersebut diberikan mulai umur 6 minggu sebelum tanam dan diulang tiap 10-15  hari sekali.

5.    Penggunaan mulsa
Mulsa digunakan untuk menjaga kelembaban, kestabilan mikroba tanah, mengurangi pencucian unsur hara oleh hujan dan mengurangi serangan  hama. Mulsa dapat berupa jerami setebal 5 cm (10 ton/ha) pada musim kemarau, yang diberikan dua minggu setelah tanam atau berupa mulsa plastik hitam perak untuk musim kemarau dan musim hujan.


6.   Pemeliharaan
                Penyulaman dilakukan paling lambat 1–2 minggu setelah tanam untuk mengganti bibit yang mati atau sakit. Pengairan diberikan dengan cara dileb (digenangi) atau disiram perlubang. Penggemburan tanah atau pendangiran dilakukan bersamaan dengan pemupukan kedua atau pemupukan susulan. Pemberian ajir dilakukan untuk menopang berdirinya tanaman. Tunas air yang tumbuh di bawah cabang utama sebaiknya dipangkas.

7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
                OPT penting yang menyerang tanaman cabai antara lain kutu kebul, thrips, kutu daun, ulat grayak, ulat buah tomat, lalat buah, antraknose, penyakit layu, virus kuning, dsb. Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada OPT yang menyerang. Beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:
-          Penggunaan border 4–6 baris jagung
-          Penggunaan musuh alami (predator: Menochilus sexmaculatus)
-          Penggunaan perangkap (kuning, methyl eugenol)
-          Penggunaan pestisida nabati
-          Penggunaan pestisida kimia sesuai kebutuhan dengan dosis yang sesuai petunjuk.  Pengendalian dengan pestisida harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval maupun waktu aplikasinya

8. Panen dan Pascapanen
                Cabai merah dapat di panen pertama kali pada umur 70–75 hari setelah tanam di dataran rendah dan pada umur 4–5 bulan di dataran tinggi, dengan interval panen 3–7 hari. Buah rusak yang disebabkan oleh lalat buah atau antraknos sebaiknya langsung dimusnahkan. Buah yang akan dijual segar sebaiknya dipanen matang. Buah yang dikirim untuk jarak jauh dipanen matang hijau. Buah yang akan dikeringkan dipanen setelah matang penuh.
Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat, bentuk normal dan baik dengan buah yang kualitasnya tidak baik. Pengemasan cabai untuk transportasi jarak jauh sebaiknya mengggunakan kemasan yang diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan karung jala. Apabila hendak disimpan sebaiknya disimpan di tempat penyimpanan yang kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara.


Sumber: Juknis PrimaTani 2007
Oleh: W. Setiawati, R. Murtiningsih, G.A. Sopha, dan T. Handayani: 

07:52 | 0 comments

Welcome Guys

ayo sehat tips sehat diabetes
makan sehat apa aja dimakan
oke lah kalo begitu

Categories