Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

gabunglah dengan ribuan orang pecinta "HIDUP sehat"

Praktek Pembuatan Beauveria bassiana

Written By Admin on Wednesday, 22 June 2011 | 16:44


gambar:kompas.com
Sobat Gagas Pertanian, sebagian besar orang menganggap bahwa Beauveria bassiana sebagai agens hayati untuk mengatasi wereng hanya dapat di perbanyak oleh seorang ahli dilaboratorium dengan menggunakan peralatan yang canggih. Ternyata tidak! Seperti halnya Trichoderma sp dan Bacillus sp, cara perbanyakan B. Bassiana sangatlah sederhana dan dapat dilakukan oleh petani di pedesaan. Tulisan kali akan membahas cara pengembangan b.bassiana skala petani. Seperti halnya pengembangan agen hayati lainnya, banyak metode yang bisa dilakukan. Sengaja saya pilihkan metode sederhana yang aplikatif. Menurut Hadi Winarno, bahan dan alat yang diperlukan adalah:


Bahan
  1. menir  5 kg
  2. air 200CC
  3. kapas
  4. starter jamur B. bassiana
  5. Alkohol 70%
  6. Spiritus

Alat
  1. Kompor
  2. dandang
  3. tampah
  4. ember
  5. kotak inokulasi
  6. lampu spiritus
  7. kantong plastik ukuran kecil (1 kg)  dan besar (2kg)
  8. rak bambu
  9. centong
  10. steples

Cara kerja:
  1. Penyiapan media menir
    1. Menir dibersihkan kemudian dicampur air sedikit demi sedikit  dengan air, kemudian dikepal hingga menggumpal.
    2. Panaskan air hingga mendidih, kemudian kukus menir selama ± 30 – 45 menit hingga setengah matang. Angkat lalu dinginkan.
    3. Setelah dingin, menir dimasukkan kedalam kantong plastik ukuran kecil sebanyak seperempat bagian (100 gram) setiapkantong plastik.
    4. Setelah dimasukkan dalam kantong plastik kecil, masukkan dalam kantong plastik besar untuk disterilisasi.
  2. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan sebanyak tiga kali masing-masing 60 menit dalam air mendidih. Masing-masing proses sterilisasi diberi jeda interval 24 jam.
  1. Inokulasi
Media menir yang telah disterilisasi yang ketiga kali atau pada hari ke tiga, didinginkan, kemudian dilakukan inokulasi dalam kotak yang dibuat dari papan, didepannya diberi kaca. Perbandingan starter dengan media menir adalah 5 gram: 100 gram. Ujung plastik dilipat lalu. disteples
  1. Inkubasi
Setelah proses inokulasi selesai, plastik disusun pada tempat inkubasi dengan menggunakan rak bambu di dalam ruangan yang bersih dan kering. Setelah diinkubasi (disimpan) selama 10-15 hari, media menir akan ditumbuhi oleh jamur dengan benang yang berwarna putih yang menandakan jamur tumbuh dengan baik. Apabila muncul warna hitam pada hari 20-25 hari berarti terdapat kontaminan. Hasil biakan telah siap diaplikasikan dilapangan.

Teknik aplikasi
  1. 50 gram media biakan digunakan untuk satu tangki ukuran 14 liter.
  2. 50 gram/ setengah bungkus plastik kecil dimasukkan dalam ember yang berisi air seperempat bagian, kemudian media diremas secara perlahan hingga jamur terlepas dari media menir.
  3. masukkan dalam tank semprot dengan disaring menggunakan kain yang tipis. 
16:44 | 0 comments

Beauveria Bassiana: Musuhnya Wereng

Serangan wereng sejak tahun 2010 telah memberikan kerugian yang sangat besar bagi petani. Jika ditelaah, ledakan populasi wereng ini sebenarnya tak lepas dari ulah manusia sendiri, tentu saja karena faktor iklim yang mengalami perubahan. Beberapa faktor yang dapat ditemui sebagai penyebab meledaknya hama wereng adalah: 1. Terjadinya iklim La-Nina pada tahun 2010 ditandai dengan musim kemarau basah karena banyaknya curah hujan. Kondisi lembab adalah kondisi yang sangat disukai oleh hama dan penyakit; 2. Air melimpah sehingga tanam padi tak serempak; 3. pemupukan N yang berlebihan sehingga menyebabkan turunnya daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit; 4. Penggunaan insektisida yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan matinya musuh alami dan terjadinya resistensi beberapa jenis hama termasuk wereng. Seperti apakah musuh alami yang efektif untuk wereng? bagaimana mekanisme agens hayati membunuh wereng?


Penggunaan agens hayati menjadi salah satu metode yang ampuh untuk mengatasi serangan hama wereng. Agens hayati yang dianjurkan adalah Beauveria bassiana. Cara pembuatannya dapat anda temukan di artikel ini. Fungi ini ditemukan pada abad ke 18 di Prancis dan Italia, di mana produksi sutra penting dalam abad 16 dan 17, kerugian berat larva ulat dialami setiap tahun dari "muscardine". Pada tahun 1835, ilmuwan Italia Agostino Bassi de Lodi (disebut sebagai "Bapak Patologi Serangga") menunjukkan bahwa masalah yang mempengaruhi ulat sutera sebenarnya disebabkan oleh jamur yang berkembang biak pada tubuh serangga. Ini adalah mikroorganisme pertama yang diakui sebagai agen hayati yang menyerang hewan. Ya memang, patogen hewan pertama yang harus dipahami adalah serangga, bukan manusia! Jamur  tersebut kemudian disebut Beauveria bassiana untuk menghormati penemunya. Mumi putih yang sangat khas dan terlihat dari ulat yang terkena serangan jamur tersebut memunculkan nama muscardine, yang berasal dari kata Perancis untuk kembang gula yang menyerupai spesimen mumi. Hari ini muscardine merujuk kepada jamur serangga atau penyakit yang disebabkan oleh jamur. [1]





 Gambar serangga yang terserang B.Bassiana
(berbagai sumber)

Beauveria adalah jamur alami dalam tanah sepanjang timur laut (dan dunia), Dan telah diteliti untuk pengendalian serangga tular tanah (misalnya kumbang Mei di Eropa, batang Argentina kumbang di Selandia Baru). Banyak serangga tanah, mungkin memiliki toleransi yang alami untuk patogen ini, yang tidak dipamerkan pada banyak hama daun. Oleh karena itu, pengembangan komersial dari jamur ini terutama ditujukan untuk pengendalian biologis terhadap  hama daun. [2]

Beauveria bassiana membunuh hama melalui infeksi sebagai akibat dari serangga yang kontak dengan spora jamur. Serangga dapat kontak dengan spora jamur melalui beberapa cara: semprotan jamur menempel pada tubuh serangga, serangga bergerak pada permukaan tanaman yang sudah terinfeksi jamur, atau dengan memakan jaringan tanaman yang telah diperlakukan dengan jamur (yang terakhir ini bukan metode utama penyerapan). Setelah spora jamur melekat pada kulit serangga (kutikula), mereka berkecambah membentuk struktur (hifa) yang menembus tubuh serangga dan berkembang biak. Ini mungkin memakan waktu 3-5 hari untuk serangga mati, tapi mayat yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai sumber spora untuk penyebaran sekunder jamur. Serangga juga dapat menyebarkan jamur melalui perkawinan.[3]Kelembaban tinggi dan air bebas (aw) meningkatkan aktivitas dari konidia dan proses infeksi serangga. Spora jamur mudah dibunuh oleh radiasi matahari dan menginfeksi dengan optimal pada suhu dingin hingga suhu moderat [4]

Pedoman Umum: Rentang keberhasilan penyemprotan menggunakan fungi ini akan tergantung pada kerentanan spesies yang bersangkutan, tingkat populasi hama, dan kondisi lingkungan pada saat aplikasi. Namun di sini adalah beberapa poin untuk diingat:
  1. Pengamatan sebelum penyemprotan.
    Sebelum penyemprotan, lakukan pengamatan agar waktu penyemprotan sesuai dan efektif.
    Berlaku hanya apabila serangga terlihat pada tanaman dan tidak berlaku sebagai semprotan pencegahan karena residu dapat hilang dalam beberapa hari.
  2. Sebuah aplikasi tunggal mungkin tidak cukup.
    Beberapa aplikasi berulang mungkin diperlukan untuk memberikan kontrol yang memadai, karena jamur cepat dipecah oleh sinar matahari dan tercuci oleh hujan. Ada bukti bahwa jamur dapat melewati musim dingin dan aplikasi berulang-kali dapat meningkatkan efektivitas untuk beberapa serangga
  3. Gunakan terhadap fase awal serangga.
    B. bassiana lebih efektif pada tahap muda serangga dari pada tahap yang lebih tua (misalnya larva besar atau orang dewasa).
  4. Pertimbangkan kompatibilitas.
    Jangan mencampur tangki dengan fungisida yang tidak diperbolehkan Menerapkan semprotan fungisida kimia dalam rentang waktu 4 hari setelah aplikasi B. bassiana juga dapat mengurangi kemanjurannya.
  5. Kelembaban adalah faktor pendukung.
    Beauveria mungkin akan lebih efektif dalam kondisi kelembaban relatif tinggi.
Pengalaman saya dilapangan, penggunaan agens hayati ini memang efektif untuk pengendalian wereng, dengan syarat waktu pengendaliannya tepat dan sesuai dengan siklus hidup wereng. Namun karena agens hayati memiliki beberapa kelemahan (lihat disini), petani menjadi tidak sabar dan cenderung menganggap agens hayati ini kurang manjur. Perlu diberikan pendampingan dan pemahaman dalam penggunaan setiap agens hayati.

Semoga artikel ini bermanfaat. Terus perjuangkan budaya kembali ke alam. 

Referensi:
[1] Susan Mahr. 1997. The Insect Fungus Beauveria bassiana. Midwest Biological Control News. http://www.entomology.wisc.edu
[3] Long, D.W., G.A. Drummond, E. Groden. 2000. Horizontal transmission of Beauveria bassiana. Agriculture and Forest Entomology 2:11-17. NOP. 2000. USDA National Organic Program Regulations, 7CFR 205.206(e) http://www.ams.usda.gov/nop
[4] Goettel, M. S., G. D. Inglis and S.P. Wraight. 2000. Fungi, pp.255- 282. In Field Manual of Techniques in Invertebrate Pathology. Eds. L.A. Lacey and H. K. Kaya. Kluwer Academic Press.
16:25 | 0 comments

Teknik Pengembangan Agens Hayati Trichoderma sp

Written By Admin on Tuesday, 21 June 2011 | 15:55



Apa kabar sobat GagasPertanian? Semoga selalu dalam limpahan kebaikan dan keberkahan hidup. Hari ini kita memang spesial *halah* akan membahas agens hayati Trichoderma. Pada artikel sebelumnya kita sudah memahami karakterisktik dan fungsi dasar dari jamur tersebut, sekarang kita akan membahas tentang metode pengembangan Trichoderma secara sederhana. Dengan bahan yang mudah dan murah sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan oleh petani secara mandiri. Tentu dengan dorongan anda. Sebenarnya ada beberapa metode dalam pengembangan jamur ini, kali ini saya nukilkan metode yang dilakukan oleh Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk perbanyakan massal jamur Trichoderma adalah:


Alat:
1. Dandang sabluk
2. Kompor Gas / Kompor minyak
3. Bak plastik
4. Plastik meteran (dijual dalam bentuk lembaran)
5. Entong kayu.

Bahan:
1. Sekam
2. Bekatul (dedak)
3. Air
4. Alkohol 96 %.
5. Isolat (bibit) jamur Trichoderma.

Langkah-langkah perbanyakan massal jamur Trichoderma
  1. Campurkan media (sekam dan bekatul) dengan perbandingan 1:3 dalam bak plastik.
  2. Berikan air kedalam media tersebut kemudian aduk sampai rata.
  3. Tambahkan air sampai kelembaban media mencapai 70 % (dapat di cek dengan meremas media tersebut, tidak ada air yang menetes namun media menggumpal)
  4. Masukkan media kedalam kantong plastik.
  5. Siapkan dandang sabluk untuk menyeteril media.
  6. Isi dandang sabluk dengan air sebanyak 1/3 volume dandang.
  7. Masukkan media kedalam dandang sabluk
  8. Sterilkan media dengan menggunakan dandang sabluk selama 1 (satu) jam set elah air mendidih. Sterilisasi diulang 2 (dua) kali, setelah media dingin sterilkan kembali media selama 1 jam. Sterilisasi bertingkat ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang masih dapat bertahan pada proses sterilisasi pertama.
  9. Tiriskan media di dalam ruangan yang lantainya telah beralas plastik.
  10. Sebelum digunakan semprot alas plastik menggunakan Alkohol 96%.
  11. Ratakan permukaan media dengan ketebalan 1-5 cm.
  12. Semprot media dengan suspensi jamur Trichoderma (isolat jamur Trichoderma yang telah dilarutkan kedalam air, 1 (satu) isolat dilarutkan dengan 500 ml air)).
  13. Tutup dengan plastik lalu inkubasikan selama 7 (tujuh) hari. Ruangan inkubasi diusahakan minim cahaya, dengan suhu ruangan berkisar 25-27 derajat celcius.
  14. Amati pertumbuhan jamur Trichoderma, jamur sudah dapat dipanen setelah seluruh permukaan media telah ditumbuhi jamur Trichoderma, (koloni jamur berwarna hijau).


Agar proses pengembangan berhasil, anda harus memperhatikan beberapa kunci keberhasilan perbanyakan massal jamur Trichoderma ini:
  1. Aseptisitas proses produksi, artinya petani selaku pembuat harus mengetahui titik-titik kritis dimana proses produksi harus dilakukan secara aseptis (higienis). Penyiapan dan proses sterilisasi media merupakan titik kritis pertama yang harus diperhatikan.
  2. Kualitas isolat jamur Trichoderma, isolat jamur Trichoderma yang diperbanyak secara massal harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya jumlah dan viabilitas spora tinggi, umur biakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan dan isolat dalam keadaan segar (baru dipindahkan ke media yang baru). Isolat dapat diperoleh di Laboratorium Agens Hayati terdekat
  3. Inkubasi. Ruangan inkubasi harus mendukung pertumbuhan jamur Trichoderma. Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban ruangan harus diatur sedemikian rupa agar pertumbuhan jamur berjalan optimal.

Aplikasi:
Untuk mengendalikan penyakit kuning pada tanaman lada dan busuk batang pada pangkal batang panili dengan cara sebagai berikut:
  • Buat alur melingkar dari leher akar di tanah sekitar tanaman yang sakit dengan jarak:
    1. Tanaman karet         : 50 -70 cm
    2. Tanaman lada          : 30 – 40 cm
    3. Tanaman vanili        : 20 – 25 cm
  • Taburkan biakan jamur hasil perbanyakan dengan dosis:
    1. Tanaman karet         :
                      - Bibit di polibag ± 50 gram/pohon
                      - Tanaman muda ± 100 gram/pohon
                      - Tanaman dewasa ± 150 gram/pohon
    1. Tanaman lada          :  ± 50 – 150 gram/pohon
    2. Tanaman vanili        :  ± 100 -150 gram/ tahun
  • Tutup kembali alur yang telah diisi dengan tanah bekas galian.
  • Dianjurkan ditambah dengan serasah dan diaplikasikan pada kondisi kelembapan yang cukup.
  • Apabila jamur diaplikasikan pada tanah yang basa (pH lebih dari 6) diperlukan serbuk belerang dengan dosis yang disesuaikan dengan keadan tanah. Untuk preventif sebaiknya ditaburkan 50 gram/pohon dan ditabur melingkar 50 cm dari leher akar.

Mudah bukan? Selamat mencoba. Jangan lupa bagikan artikel ini ke teman, saudara, blog, atau millist anda. Tentu saja dengan mencantumkan sumbernya.
15:55 | 0 comments

Agens Hayati Trichoderma sp


Sobat Gagas Pertanian, beberapa postingan terakhir saya memang akan membahas khusus mengenai agens hayati. Ketersediaan di alam yang melimpah tentu menjadi potensi yang sangat besar. Hal ini perlu diketahui dan terus disebar luaskan kepada petani, penyuluh, dan stakeholder pertanian lainnya. Agens hayati yang akan kita bahas saat ini adalah jamur Trichoderma. Cara pembuatannya Trichoderma juga relatif mudah. Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma,sp. Juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh [1]


Jamur Trichoderma sp sering digunakan untuk mengendalikan Fusariumoxysporum (penyebab penyakit busuk batang pada tanaman Vanili), Phytophtorasp (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman Lada) dan Rigidoporus lignosus ( penyebab penyakit  Jamur akar putih pada tanaman Karet). Selain itu juga efektif mengendalikan Phytium sp yang merupakan patogen tular tanah penyebab penyakit rebah kecambah pada kacang-kacangan.

Jamur ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1.     Mudah diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas
2.     Mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, sehingga pertumbuhan pada saat aplikasi lebih mudah.
3.     Dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat.
4.     Memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas.
5.     pada umumnya tidak patoen pada tanaman.

Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias.[2]

Mekanisme antagonis jamur ini dapat difahami sebagai berikut. Saat mikroba patogen sedang dalam masa dorman, serangan antagonis jamur Trichoderma  dapat menyebabkan kerusakan biologis inokulum patogen. Mekanisme antagonis ini dapat berupa predasi, perparasi, dan parasitisme propagul. Bentuk lain dari antagonisme adalah dengan penekanan perkecambahan propagul melalui kompetisi karbon, nitrogen, ion besi, oksigen dan unsur penting lainnya. Sedangkan antagonis pada permukaan tanman meliputi antibiosis, kompetisi dan predasi.

Mikoparasitisme dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari TrichodermaSp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang.[3]

Mekanisme kerja Trichoderma spp. (salah satunya adalah  T. koningii) adalah menekan perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran Jamur Akar Putih (JAP) terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa. Lisis merupakan proses enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh T. koningii.[1]
 
Semoga artikel ini menambah wawasan kita semua. V^^

[1] http://ditjenbun.deptan.go.id/
[3] Chet,I (Ed.), 1987. Innovative Approaches to Plant Diseases Control. John Wiley and Sons, A Wiley-Interscience Publication, USA.
11:17 | 0 comments

Cara Perbanyakan Agens Hayati Bacillus sp

Written By Admin on Monday, 20 June 2011 | 11:05

Sobat Gagas Pertanian, beberapa waktu yang lalu kita telah membahas tentang kelebihan dan kekurangan agens hayati, serta agens hayati Bacillus sp. Sekarang kita akan membahas cara perbanyakan agens hayati Bacillus sp. Bahan dan alatnya sederhana, jadi teknologi ini cukup aplikatif.

 BAHAN:
  • Susu tepung
  • Tepung ikan/ikan segar
  • Garam dapur
  • Aquades
  • Bibit bakteri entomopatogenik


ALAT:
  • Periuk
  • Kompor
  • Timbangan
  • Botol/jerigen plastik volume 1 liter
  • Sendok/pengaduk

CARA PEMBUATAN
  • Timbang 20 gram tepung susu, 10 gram tepung ikan atau 30 gram ikan segar yang sudah digiling halus dan 5 gram garam dapur.
  • Tuangkan 1 liter aquades ke dalam periuk dan masukkan 20 gram tepung susu, 10 gram tepung ikan atau 30 gram gilingan ikan segar dan 5 gram garam dapur, lalu aduk sampai rata.
  • Campuran larutan tersebut dimasak selama 15 menit dalam air mendidih, lalu dinginkan.
  • Setelah dingin, tuangkan kedalam jerigen, lalu diinokulasikan bibit bakteri entomopatogenik sebanyak 1 cc dengan jalan meneteskan bibit bakteri tersebut sebanyak 15 tetes kedalam jerigen. Tutup jerigen dan buat lubang pada tutup jerigen dengan peniti panas agar gas dalam jerigen bisa keluar dan terjadi sirkulasi udara.
  • Letakkan di rak-rak, dan setelah satu minggu dapat diaplikasikan dilahan

CARA APLIKASI
  • Goncang jerigen yang berisi bakteri entomopatogenik sebanyak 30-40 ml, lalu aduk dengan 1 liter air bersih dan masukkan kedalam tangki semprot menggunakan saringan. Tambah air bersih 8-9 liter.
  • Aplikasi sebaiknya pada sore hari.

Cara pembuatannya sederhana kan?^^. Tinggal dipraktekan. Semoga bermanfaat
Sumber: materi pelatihan PLIII
11:05 | 0 comments

Agens Hayati Bacillus sp

Sobat Gagas Pertanian, penggunaan agens hayati dalam budidaya pertanian layak untuk dikembangkan secara masif mengingat fungsinya yang mengikuti keseimbangan ekosistem. Bakteridilaporkan bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa genus yang banyak mendapat perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas (Hasanuddin, 2003)


Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang sering digunakan sebagai pengendali hayati penyakit akar. Anggota genus ini memiliki kelebihan, karena bakteri membentuk spora yang mudah disimpan, mempunyai daya tahan hidup lama, dan relatif mudah diinokulasi ke dalam tanah. Bacillus sp. telah terbukti memiliki potensi sebagai agens pengendali hayati yang baik, misalnya terhadap bakteri patogen seperti R. solanacearum (Soesanto, 2008).

Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang berpotensi untuk mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan. Fitohormon yang dihasilkan bakteri tanah ini dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung fitohormon dari bakteri menghambat aktivitas patogen pada tanaman, sedangkan pengaruh secara langsung fitohormon tersebut adalah meningkatkan petumbuhan tanaman dan dapat bertindak sebagai fasilitator dalam penyerapan beberapa unsur hara dari lingkungan (Greenlite, 2009).

Beberapa spesies Bacillus sp. yang menghasilkan antibiotik dapat digunakan sebagai agens hayati. Jenis antibiotik yang dihasilkan tersebut antara lain berupa iturin, surfactin, fengicin, polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin (Todar, 2005).

Fungsi Bacillus spp. (seperti Bacillus subtillis) antara lain dapat mengendalikan penyakit layu bakteri pada kentang dan meningkatkan hasil umbi kentang sampai 160%. Bacillus spp. dapat mengendalikan penyakit lincat pada tembakau dan penyakit layu bakteri pada biji tomat yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum pada tanaman tembakau

Baker et al dalam Hasanuddin (2003) menyatakan manakala filtrasi steril dari kultur Bacillus subtilis diaplikasikan tiga kali seminggu mengendalikan penyakit karat pada tanaman kacang dilapangan nyata lebih baik dari fungisida mancozeb dengan aplikasi satu kali seminggu.

Bagaimanakah cara perbanyakan agens hayati bacillus sp? Anda dapat melihatnya disini

Semoga artikel ini menambah pemahaman dan wawasan kita. Salam pertanian.. V^^
10:40 | 2 comments

Belajar tentang Agens Hayati


Sobat sehatcommunity, kondisi pertanian kita semakin memprihatinkan. Tanah semakin rusak akibat pemupukan kimiawi yang tak semimbang, penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan kerusakan ekosistem. Tentu dibalik kondisi ini masih ada semangat untuk kembali kepada pertanian yang sehat dan alami. Salah satunya adalah gencaranya penggunaan pestisida nabati dan agen hayati dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman. 

Pengendalian hayati akhir-akhir ini juga banyak mendapat perhatian dunia dan sering kali dibicarakan di dalam seminar atau kongres, serta ditulis dalam naskah jurnal atau pustaka, khususnya yang berkaitan dengan penyakit tanaman. Pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan agens pengendali hayati muncul karena kekhawatiran masyarakat dunia akibat penggunaan pestisida kimia sintetis. Adanya kekhawatiran tersebut membuat pengendalian hayati menjadi salah satu pilihan cara mengendalikan patogen tanaman yang harus dipertimbangkan (Soesanto, 2008).


Pengertian agens hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini kemudian dilengkapi dengan definisi menurut FAO (1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.

Mengingat pentingnya pengembangan agen hayati dalam pertanian, Indonesia pun mengeluarkan definisi melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995, yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya.

Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian. Agen Hayati memiliki kelebihan:
  1. Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan menyerang hama penyakit sasaran.
  2. Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia dialam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya terganggu.
  3. Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.
  4. Tidak ada efek samping.
  5. Relatif murah.
  6. Tidak menimbulkan resistensi OPT sasaran.

Kekurangan agen hayati:
  1. Bekerja secara lambat. Kondisi ini seringkali membuat petani tidak sabar menunggu hasilnya dan menganggap agen hayati tidak manjur. Akhirnya petani kembali beralih ke pestisida kimiawi.
  2. Sulit diprediksi hasilnya. Perkembangbiakan agen hayati setelah diaplikasikan sangat tergantung dengan ekosistem pada saat pengaplikasian. Jika kondisinya mendukung, maka pertumbuhan agen hayati akan maksimal.
  3. Lebih optimal jika digunakan untuk preventif, karena membutuhkan waktu untuk pertumbuhannya. Kurang cocok digunakan untuk kuratif, apalagi saat terjadi ledakan hama karena bekerja secara lambat.
  4. Penggunaan sesering mungkin.
  5. Pada jenis hayati tertentu sulit dikembangkan secara massal. 
10:31 | 0 comments

Betakaroten, si 'oranye' kaya manfaat

Written By Admin on Tuesday, 7 June 2011 | 16:39

Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan seorang kawan. Kami bercerita tentang kesaksian beberapa orang yang rutin mengkonsumsi jus wortel. Kelainan mata yang mereka alami semakin membaik. Nilai minus kacamatanya menjadi berkurang. Bahkan rekan kerja saya tidak menggunakan kacamata lagi setelah rutin mengkonsumsi wortel. Teringat wortel dengan warna oranye khasnya, teringat saya akan zat yang sangat bermanfaat pembentuk warna tersebut dan mungkin berperan dalam penyembuhan mata. Betakaroten.

Betakaroten adalah salah satu dari sekitar enam ratus senyawa tanaman dalam famili carotene, juga dikenal sebagai pro vitamin A.Betakaroten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki senyawa lain. Jumlah yang dibutuhkan tubuh memang hanya ukuran milligram perhari. Tapi kalau tidak terpenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Betakaroten yang kita makan, sebagian darinya, akan diubah menjadi vitamin yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.


Betakaroten memiliki beberapa manfaat. Fungsi yang pertama adalah sebagai prekursor vitamin A. Sedangkan vitamin A memiliki peran dalam proses pertumbuhan, reproduksi, penglihatan, serta pemeliharaan sel-sel epitel pada mata. Di dalam mata, retinol (bentuk vitamin A yang terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rodopsin (suatu pigmen penglihatan). Rodopsin terdapat pada sel khusus di dalam retina mata yang dinamakan rod.

Selain itu betakaroten juga sangat bermanfaat untuk melawan kanker. Mekanisme yang ditempuh betakaroten adalah dengan mendepresi gen yang menjadi ‘ tumor maker’ kekuatan proteksi  betakaroten terhadap ancaman kanker, masih terus diteliti lebih lanjut. Betakaroten memiliki unsure penting penangkal radikal bebas yang merusak jaringan tubuh. Dengan demikian, kalau konsumsi betakaroten itu cukup maka resiko terkena serangan jantung dan penyakit system kardiovaskuler lainnya dapat diminimalkan [1]

Diyakini bahwa oksidasi LDL-kolesterol akan menyebabkan atherosclerosis. Studi populasi menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi betakaroten, sebuah antioksidan, dalam jumlah besar memiliki angka lebih rendah untuk terkena penyakit jantung daripada orang yang tidak. Studi Kesehatan Perawat menunjukkan bahwa dengan memakan satu sajian buah dan sayuran setiap hari, Anda dapat mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan stroke. Perempuan yang terlibat dalam studi ini mengkonfirmasi 15 dan 25 mg (25.000 sampai 33.000 Unit Internasional atau IU) betakarotene setiap hari dan memiliki 22 persen pengurangan resiko terkena serangan jantung dan 40 persen pengurangan untuk resiko terkena stroke. [2]
 
Jumlah yang direkomendasikan satu harinya untuk vitamin A adalah 5000IU atau 3mg. Kita butuh setidaknya 6 mg, namun beberapa ahli merekomendasikan sampai 14 mg. Sedangkan kita kebanyakan mengkonsumsi hanya 2 mg

β-Karoten memberikan warna oranye pada berbagai buah-buahan dan sayuran. Minyak kelapa sawit merupakan sumber beta karoten yang kaya. Sumber lainnya adalah buah-buahan kuning dan oranye, seperti mangga dan pepaya , jeruk akar, dan sayuran seperti wortel dan ubi dan sayuran yang berwarna hijau seperti bayam , kangkung , manis kentang daun, dan daun labu manis[3]

Departemen Pertanian AS pada 10 daftar makanan berikut memiliki kandungan β-karoten tertinggi per porsi. [4]

Item
Gram per porsi
Melayani ukuran
Β-karoten miligram per porsi
Β-karoten miligram per 100 g
Wortel jus, kaleng
236
1 cangkir
22.0
9.3
Labu, kaleng, tanpa garam
245
1 cangkir
17.0
6.9
Sweet kentang, dimasak, dipanggang di kulit, tanpa garam
146
1 kentang
16.8
11.5
Ubi jalar, dimasak, direbus, tanpa kulit
156
1 kentang
14.7
9.4
Bayam, beku, cincang atau daun, dimasak, rebus, tiriskan, tanpa garam
190
1 cangkir
13.8
7.2
Wortel, dimasak, rebus, tiriskan, tanpa garam
156
1 cangkir
13.0
8.3
Bayam, kaleng, tiriskan padatan
214
1 cangkir
12.6
5.9
Sweet kentang, kaleng, pak vakum
255
1 cangkir
12.2
4.8
Wortel, beku, dimasak, rebus, tiriskan, tanpa garam
146
1 cangkir
12.0
8.2
Sawi, beku, dicincang, dimasak, rebus, tiriskan, tanpa garam
170
1 cangkir
11.6
6.8



[2] Liem, C.M. 2008. Terapi Makanan Suplemen. Prestasi Pustaka, Jakarta.

[3] http://en.wikipedia.org/wiki/Beta-Carotene, diakses 21Mei 2011

[4] http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/Data/SR21/nutrlist/sr21w321.pdf, diakses 21 Mei 2011

Bot Pranadi
16:39 | 0 comments

Welcome Guys

ayo sehat tips sehat diabetes
makan sehat apa aja dimakan
oke lah kalo begitu

Categories