Teknologi budidaya yang elok, hasil panen yang melimpah dan berkualitas tak akan berguna tanpa pasar. Akibatnya petani produsen hanya menjadi korban permainan harga karena penjualan sangat tergantung pada mekanisme pasar. Kebutuhan, pasar, rantai distribusi, dan pilihan produk tak dapat lepas. Ikatannya begitu kuat dan laiknya bejana berhubungan.
Kemitraan menjadi mekanisme yang sangat ideal untuk menghubungkan pasar dan petani. Memberikan untung mutualisme kedua pihak. Tentu saja jika konsep kemitraan dibuat dan dilaksankan dengan adil. Petani mendapatkan jaminan pasar, pemasok pun tercukupi permintaannya. Semuanya saling untung.
Mekanisme yang diterapkan variatif. Bisa saja perusahaan memberikan bibit dan saprodi lainnya, petani harus menjual panennya kepada perusahaan dengan dipotong biaya bibit dan saprodi. Atau peruisahaan hanya memberikan jaminan pasar sementara saprodi menjadi tanggungan petani. Keduanya mutualisme yang sangat indah. Petani mendapat jaminan pasar, budidaya dengan komoditas yang tepat karena terserap pasar dengan harga tinggi, terjadi proses transfer teknologi dari swasta kepada petani, kelembagaan petani menjadi lebih kuat, dan tentu saja penghasilan petani menjadi lebih baik. Karena biasanya komoditas yang digunakan kemitraan adalah komoditas yang bernilai tinggi.
Petani bisa maju jika memiliki akses. Bisa saja berupa akses modal, akses teknologi atau bahkan ‘hanya’ akses jaringan. Justru akses yang paling akhir ini yang harus diperjuangkan. Yakin bahwa petani Indonesia masih banyak yang ingin maju meskipun mayoritas adalah petani tua. Masalahnya adalah petani tidak sadar bahwa diluar mereka banyak sekali akses. Dan bahwa mereka perlu mencari akses.
Kehidupan petani, terutama pedesaan, hanya bergulat di wilayah geografis yang sempit dan dunia berfikir yang tidak terlalu berkembang. Gesekan petani hanya terjadi antar sesamanya dengan tingkat pengetahuan dan akses yang seragam. Akibatnya tidak ada peningkatan pola fikir. Ini bukan generalisasi, tapi mayoritas terjadi.
Membuka akses untuk petani adalah tantangan. Tantangan pertama, melakukan edukasi tentang urgensi kemitraan tidaklah mudah. Membangun komitmen petani pada perjanjian dengan perusahaan juga hal yang kritis. Tidak jarang kemitraan dilakukan, namun petani mangkir menjual hasil panen ketempat lain karena tergiur harga tinggi. Tak sabar, menghancurkan stabilitas pasar jangka panjang.
Tantangan kedua, kemitraan bukan tanpa resiko. Banyak perusahaan nakal yang hanya berusaha memanfaatkan petani, meraup untung membuat petani buntung. Akibatnya dibeberapa daerah petani mulai kehilangan kepercayaan dengan pola-pola seperti itu.
Petani bisa maju jika memiliki akses. Maka petani harus berani lepas dari wilayah geografis sempit tempat tinggalnya dan pola fikir kaku karena kebiasaan yang melingkupinya. Membaca majalah peluang dan menjalin silaturahim dengan berbagai elemen pertanian diluar dunianya untuk banyak mendapatkan informasi. Menghadiri banyak pelatihan tanpa mengharap uang saku. Mencerna informasi dan berusaha menjalin kemitraan dengan pihak lain. Entah itu perusahaan, koperasi, pemerintah ataupun peneliti. membangun kelompok yang kuat agar memiliki bargain. Jika petani memiliki potensi lahan, kelompok yang mau diajak bekerja sama, dan terampil teknologi, perusahaan tentu melirik. Terakhir.. bangun kemitraan dengan jujur dan adil.
19:54 | 0
comments