Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

gabunglah dengan ribuan orang pecinta "HIDUP sehat"

Showing posts with label opini. Show all posts
Showing posts with label opini. Show all posts

Akses: Kunci Sukses Tani

Written By Admin on Monday, 26 September 2011 | 19:54

Teknologi budidaya yang elok, hasil panen yang melimpah dan berkualitas tak akan berguna tanpa pasar. Akibatnya petani produsen hanya menjadi korban permainan harga karena penjualan sangat tergantung pada mekanisme pasar. Kebutuhan, pasar, rantai distribusi, dan pilihan produk tak dapat lepas. Ikatannya begitu kuat dan laiknya bejana berhubungan. 

Kemitraan  menjadi mekanisme yang sangat ideal untuk menghubungkan pasar dan petani. Memberikan untung mutualisme kedua pihak.  Tentu saja jika konsep kemitraan dibuat dan dilaksankan dengan adil. Petani mendapatkan jaminan pasar, pemasok pun tercukupi permintaannya. Semuanya saling untung. 


Mekanisme yang diterapkan variatif. Bisa saja perusahaan memberikan bibit dan saprodi lainnya, petani harus menjual panennya kepada perusahaan dengan dipotong biaya bibit dan saprodi. Atau peruisahaan hanya memberikan jaminan pasar sementara saprodi menjadi tanggungan petani. Keduanya mutualisme yang sangat indah. Petani mendapat jaminan pasar, budidaya dengan komoditas yang tepat karena terserap pasar dengan harga tinggi, terjadi proses transfer teknologi dari swasta kepada petani, kelembagaan petani menjadi lebih kuat, dan tentu saja penghasilan petani menjadi lebih baik. Karena biasanya komoditas yang digunakan kemitraan adalah komoditas yang bernilai tinggi.
Petani bisa maju jika memiliki akses. Bisa saja berupa akses modal, akses teknologi atau bahkan ‘hanya’ akses jaringan. Justru akses yang paling akhir ini yang harus diperjuangkan. Yakin bahwa petani Indonesia masih banyak yang ingin maju meskipun mayoritas adalah petani tua. Masalahnya adalah petani tidak sadar bahwa diluar mereka banyak sekali akses. Dan bahwa mereka perlu mencari akses.

Kehidupan petani, terutama pedesaan, hanya bergulat di wilayah geografis yang sempit dan dunia berfikir yang tidak terlalu berkembang. Gesekan petani hanya terjadi antar sesamanya dengan tingkat pengetahuan dan akses yang seragam. Akibatnya tidak ada peningkatan pola fikir. Ini bukan generalisasi, tapi mayoritas terjadi.

Membuka akses untuk petani adalah tantangan. Tantangan pertama, melakukan edukasi tentang urgensi kemitraan tidaklah mudah. Membangun komitmen petani pada perjanjian dengan perusahaan juga hal yang kritis. Tidak jarang kemitraan dilakukan, namun petani mangkir menjual hasil panen ketempat lain karena tergiur harga tinggi.  Tak sabar, menghancurkan stabilitas pasar jangka panjang.

Tantangan kedua, kemitraan bukan tanpa resiko. Banyak perusahaan nakal yang hanya berusaha memanfaatkan petani, meraup untung membuat petani buntung. Akibatnya dibeberapa daerah petani mulai kehilangan kepercayaan dengan pola-pola seperti itu.
Petani bisa maju jika memiliki akses. Maka petani harus berani lepas dari wilayah geografis sempit tempat tinggalnya dan pola fikir kaku karena kebiasaan yang melingkupinya. Membaca majalah peluang dan menjalin silaturahim dengan berbagai elemen pertanian diluar dunianya untuk banyak  mendapatkan informasi. Menghadiri banyak pelatihan tanpa mengharap uang saku. Mencerna informasi dan berusaha menjalin kemitraan dengan pihak lain. Entah itu perusahaan, koperasi, pemerintah ataupun peneliti.  membangun kelompok yang kuat agar memiliki bargain. Jika petani memiliki potensi lahan, kelompok yang mau diajak bekerja sama, dan terampil teknologi, perusahaan tentu melirik. Terakhir.. bangun kemitraan dengan jujur dan adil.
19:54 | 0 comments

Petani Tradisi, Petani Pantang Mundur, dan Petani Entrepeneur

Written By Admin on Thursday, 15 September 2011 | 00:08


“Pekerja yang paling tidak mudah menyerah adalah petani.” Celetuk salah seorang sahabat. “Ko bisa pak?” tanya saya. “Coba lihat saja mas, apakah setiap petani gagal panen kemudian mereka berhenti bertanam. Tidak kan? Setiap gagal panen padi, mereka pasti terus menanam lagi. Ga berhenti dan ga kapok.” Ujarnya.

Diskusi saya waktu itu menjadi salah satu perbincangan menarik. Mengapa? Karena diskusi itu terjadi saat wabah wereng menghancurkan ribuan sawah di Jawa tengah, termasuk sebagian daerah saya. Saat mendengar ungkapan sahabat itu, justru fikiran saya berkata sebaliknya. Benarkah kalau gagal, kemudian menanam lagi berarti tidak mudah menyerah?

Terbersit, jika gagal panen kemudian mengulangi menanam dengan cara dan pola tanam yang sama, kemudian gagal. Selanjutnya mengulangi hal tersebut berulang kali, sementara seharusnya pola tanam harus diubah, itu artinya bukan tidak mudah menyerah tetapi terjatuh ke lubang yang sama. Memang kondisi ini riil terjadi. Petani di beberapa wilayah Jawa Tengah sudah beberapa kali musim tanam 2009 - 2010 gagal panen karena serangan wereng. Tragisnya setelah serangan wereng hilang, ganti virus kerdil rumput menghajar. Kontan padi mereka hanya gemuk tak bermalai. 


Saran untuk mengganti pola tanam dengan palawija tentu sudah sering disampaikan, namun pola padi-padi-padi masih menjadi favorit. Gagal tanam ini, hancur kena wereng, siap-siap tanam padi lagi. Hancur lagi, tanam padi lagi, hancur lagi, tanam padi lagi. Begitu terus hingga kurang lebih 7 musim. Baru musim terakhir kemaren sebagian petani mulai beralih ke palawija. 

Sangat mengganjal, kenapa petani enggan berubah sementara jelas pola dan system tanam yang dilakukannya terbukti gagal. Tentu banyak faktor yang mendasarinya. Namun penyebab terbesarnya masih pada masalah social dan system yang berlaku di wilayah tersebut: 1. Kebiasaan yang telah turun-temurun, 2. budidaya padi yang mudah, 3. sebagai cadangan ketika hajatan tetangga, hingga 4. ketersediaan air melimpah masih menjadi penyebab. 

Pola tradisional yang masih dipegang menjadi salah satu hambatan untuk menerima budaya dan teknologi baru. Ditambah sebagian besar petani adalah kaum tua. Memegang teguh prinsip luhur dan budaya arif yang dekat dengan alam tentu indah dipegang. Namun petani adalah seorang entrepreneur. Dan entrepreneur harus selalu membuka mata terhadap teknologi dan perkembangan baru. Mau menerima masukan baru.

Pernyataan sahabat saya tersebut tentu menjadi pelajaran. Tak mudah menyerah, tekun dan ulet adalah sifat dasar seorang entrepreneur. Dan petani sudah memiliki modal besar ini. Bahkan sebagian besar petani. Ini patut kita contoh. Namun mengapa  mayoritas petani tidak beranjak maju? Dan terus dianggap sebagai petani “gurem”? Hanya segelintir petani yang menjadi sukses dan kaya (parameter materi) dari bertani? mungkin salah satu penyebabnya karena terlalu teguh memegang tradisi. 

Tak mudah menyerah, tekun, ulet, membuka mata pada informasi dan teknologi, kreatif. Sifat ini harus terus kita tekankan dan tanamkan pada petani. Insyaallah profesi petani benar-benar menjadi profesi yang berkembang.


00:08 | 0 comments

Welcome Guys

ayo sehat tips sehat diabetes
makan sehat apa aja dimakan
oke lah kalo begitu

Categories